Beranda | Artikel
Berjuang Mengikuti Kebenaran
Kamis, 8 November 2018

Bismillah.

Bagi seorang muslim kebenaran datang dari Allah. Kebenaran itu bersumber dari al-Kitab dan as-Sunnah. Karena itulah apabila terjadi perselisihan kita diperintahkan untuk mengembalikan hal itu kepada keduanya. Allah berfirman (yang artinya), “Kemudian jika kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul…” (an-Nisaa’ : 59)

Sebagian ulama terdahulu memberikan nasihat, “Wajib bagimu untuk mengikuti jalan kebenaran dan janganlah gelisah karena sedikitnya orang yang menempuhnya. Dan wajib bagimu menjauhi jalan-jalan kebatilan dan jangan gentar oleh banyaknya orang yang celaka.”

Sebagian ulama juga mengatakan, “al-Jama’ah adalah segala hal yang sesuai dengan kebenaran walaupun anda hanya sendirian.” Dengan demikian kebenaran di dalam Islam tidak diukur dengan banyaknya jumlah pengikut atau jumlah suara. Kebenaran adalah kebenaran meskipun tidak disukai kebanyakan orang di atas muka bumi ini. Karena itulah Allah berfirman (yang artinya), “Seandainya kebenaran itu harus mengikuti keinginan-keinginan mereka niscaya menjadi rusaklah langit dan bumi dan segala penduduknya.”

Para ulama kita mengajarkan agar kita setia dengan kebenaran bagaimana pun keadaannya. Oleh sebab itu sebagian mereka mengatakan, “Syaikhul Islam adalah orang yang kami cintai, tetapi kebenaran lebih kami cintai daripadanya.” Mereka juga mengatakan bahwa kebenaran itu lebih berhak untuk diikuti oleh manusia.

Kehebatan seorang tokoh tidaklah membuat ucapannya selalu benar, sebab tidak ada seorang pun manusia yang menempati posisi semacam itu selain Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Malik rahimahullah telah mengingatkan, “Setiap kita bisa menolak dan ditolak perkataannya, kecuali pemilik kubur ini -yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” karena beliau -Imam Malik- adalah ulama besar di Madinah/Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masanya.

Imam Syafi’i rahimahullah juga menegaskan, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya suatu sunnah/hadits/ajaran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya meninggalkannya hanya karena mengikuti perkataan/pendapat seseorang tokoh.”

Tidakkah kita lihat bahwa banyak orang terseret dalam kesesatan gara-gara fanatik kepada tokoh dan orang-orang yang dia kagumi secara berlebihan? Apabila kita buka kembali pelajaran aqidah maka kita akan menemukan bahwa salah satu bentuk thaghut adalah para tokoh yang dijadikan panutan dalam kesesatan dan penyimpangan dari jalan tauhid dan keimanan. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Thaghut adalah segala sesuatu yang membuat hamba menjadi melampaui batasan/berlebih-lebihan kepadanya baik dengan cara disembah, diikuti, atau ditaati.”

Di dalam Kitab Tauhid juga kita bisa mendapatkan pelajaran bahwa ketaatan kepada ulama atau umara dalam hal menghalalkan apa yang diharamkan Allah atau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah menjadikan mereka sebagai sosok sesembahan tandingan bagi Allah. Oleh sebab itu kita dapati para ulama salaf adalah orang-orang yang sangat tidak berambisi kepada kepemimpinan. Mereka berprinsip; lebih baik menjadi pengikut dalam kebenaran daripada menjadi pemimpin dalam kesesatan. Sebab yang menjadi ukuran adalah kesesuaian dengan Sunnah dan kebenaran, bukan perkara apakah dia menjadi pemimpin atau pengikut.

Ya, tentu saja mengikuti kebenaran di kala banyak orang tidak menyukainya adalah sebuah keterasingan. Akan tetapi jangan anda sedih karena sesungguhnya anda sedang meniti jalan yang di dalamnya berkumpul para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang salih di sepanjang zaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam datang dalam keadaan terasing dan dia akan kembali menjadi terasing seperti kedatangannya, maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR. Muslim)

Apabila kita lihat di dalam hadits yang menceritakan tentang tujuh golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan di dalamnya, “Seorang pemimpin yang adil.” (HR. Bukhari dan Muslim). Tentu bukan perkara mudah menjadi seorang pemimpin yang adil apabila kondisi masyarakat dan pejabat penuh dengan warna kezaliman. Sebagaimana tidak mudah menjadi pemuda yang istiqomah dalam ketaatan di tengah ribuan pemuda yang hanyut dalam kenistaan dan kesia-siaan. Di dalam hadits itu juga disebutkan, “Seorang pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Saudaraku yang dirahmati Allah, apakah yang anda ragukan pada hari ini? Apakah anda meragukan adanya hari pembalasan? Apakah anda meragukan akan datangnya malaikat maut untuk mencabut nyawa? Apakah anda meragukan bahwa ada surga dan neraka? Apakah anda meragukan akan adanya siksaan pedih dan berat bagi kaum durjana pengikut setan dan balatentaranya? Apakah anda meragukan akan kenikmatan terbesar dengan memandang wajah Allah di surga? Apakah anda meragukan bahwa Allah pasti akan menolong orang-orang yang ikhlas dan ittiba’ dalam membela agama ini dari serangan musuh-musuhnya?!

Tidak ada kemuliaan bagi kita kecuali dengan mengikuti agama ini, membelanya dengan harta dan jiwa kita. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Amirul Mukminin al-Faruq Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu dalam ucapannya yang dicatat dengan tinta emas di dalam lembaran sejarah Islam, “Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Maka kapan saja kami mencari kemuliaan dengan selain cara Islam, maka pasti Allah akan menhinakan kami.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak). Apakah anda meragukan Islam yang haq ini, wahai saudaraku?

Allah jalla dzikruhu berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirin dan Anshar beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya, Allah siapkan untuk mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang sangat besar.” (at-Taubah : 100)

Para ulama kita pun mengingatkan bahwa ‘setiap kebaikan adalah dengan mengikuti para pendahulu yang salih (nabi dan para sahabat) dan setiap keburukan adalah karena ibtida’/perbuatan membuat bid’ah/ajaran baru yang diada-adakan oleh kaum khalaf/orang belakangan yang menyimpang dari petunjuk ulama salaf.’ Imam Malik rahimahullah berkata, “Tidak akan memperbaiki keadaan generasi akhir umat ini kecuali dengan apa-apa yang memperbaiki keadaan generasi awalnya.”

Yah, sekarang saatnya kita belajar dan berusaha mengamalkan apa-apa yang sudah kita ketahui dari agama ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan maka Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Manusia lebih banyak membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau dua kali. Adapun ilmu dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.”

Anda ingin terjun di medan jihad? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang berjihad adalah yang berjuang menundukkan dirinya dalam ketaatan kepada Allah. Dan orang yang berhijjrah adalah yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah.” (HR. Ahmad). Adalah keburuntungan yang sangat besar bagi anda yang hidup di zaman fitnah semacam ini apabila Allah berikan taufik kepada anda untuk mengisi waktu dengan ibadah dan menimba ilmu agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beribadah dalam kondisi berkecamuknya fitnah/kekacauan dan kerusakan adalah seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegaralah dalam beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seorang masih beriman pada sore harinya menjadi kafir, atau pada sore hari beriman lalu keesokan harinya berubah menjadi kafir. Dia menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan dunia.” (HR. Muslim)


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/berjuang-mengikuti-kebenaran/